Jumat, 27 Januari 2017

Menanam Kekerasan, Menuai Dendam




Akhir Januari 2017 ini kita semua kembali dikagetkan dengan tewasnya 3 peserta Diksar Mahasiswa Pecinta Alam (MAPALA) UII Yogyakarta, ternyata kekerasan ala senior pada junior itu masih ada tumbuh dalam dunia kampus yang hening. Sebelumnya, diawal bulan yang sama Indonesia juga dikagetkan dengan tewasnya seorang taruna tingkat pertama sekolah kedinasan STIP ( Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran ) Jakarta Utara oleh 6 orang seniornya, atas nama kedisiplinan dan regenerasi anggota marchingband ala premanisme senior itu ternyata masih ada juga dikampus penabur kepemimpinan dan masa depan bangsa.


            Apapun yang kita lakukan dan seberat apapun bentuknya pasti akan menuai balasan terhadap diri kita, baik cepat maupun lambat, lewat orang yang kita kenal atau jalan yang tak terduga-duga.
            Kekerasan-kekerasan yang terjadi di dunia pendidikan adalah buah dari yang telah ditanam bukan hari ini saja, tapi jauh sejak waktu yang lampau. Diksar atau apapun namanya disiplin ala premanisme tidak muncul secara tiba-tiba, mereka mendapat Inspirasi dari mana?, mencontoh siapa ? dan motifnya apa?

            Tentunya mereka mencontoh peristiwa sebelum-sebelumnya, ya jelas itu tak jauh dari lingkungan pendidikan mereka, kampus. Dan mereka bukan sekedar melihatnya saja bahkan juga mengalami kekerasan itu sendiri.

            Kekerasan yang dialami tak berhenti sampai disitu, tentu akan melahirkan benih-benih kebencian, amarah dan dendam untuk membalasnya. Secara logika dan psikologis tak mungkin dan sedikit peluang junior melampiaskannya pada senior yang telah melakukannya. Maka yang paling mudah dan realistis untuk mewujudkan dendam itu adalah pada junior-junior berikutnya.

            Berawal dari kekerasan dengan dalil-dalil pendidikan, melatih emosi, menguatkan fisik dan disiplin. Kemudian tertanam menjadi dendam ditambah kebencian yang harus dicari pelampiasannya. Ia kemudian beranak-pinak tumbuh pada banyak generasi dan berbuah kekerasan yang sama atau bisa jadi lebih lagi.

            Jika kekerasan dan premanisme itu hadir di pasar, terminal, jalanan mungkin semua memaklumi itu sebagai akibat masalah ekonomi dan tidak tanggapnya pemerintah mencegah dan menangani penyakit masyarakat. Namun, ketika itu terjadi di dunia pendidikan, tempat mendidik anak bangsa, institusi penggembleng kader pemimpin masyarakat yang sangat jauh dari pengawasan pihak berwajib karena bukan termasuk zona merah kriminalitas. Apakah ini bukan namanya kita sedang menumbuh suburkan kekerasan yang kedepan akan menjadi bom waktu dendam antar generasi dalam bangsa ini? Walau hal ini tidak massif dan besar terjadi disemua kampus, namun ini harus menjadi warning sejak dini bagi kita semua untuk memotong mata rantai kekerasan dan dendam.


#Refleksiwan
08.03wita, Sabtu 28 Januari 2017

IWAN Wahyudi
www.iwan-wahyudi.net

Related Posts

Menanam Kekerasan, Menuai Dendam
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Like the post above? Please subscribe to the latest posts directly via email.