Minggu, 16 Agustus 2015

SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI PULAU SUMBAWA



Sebagaimana kita ketahui bersama sejarah pemerintahan dipulau Sumbawa adalah sejarah yang telah jauh mengakar dalam sejarah nusantara berabad –abad lamanya dan  telah berinteraksi denga dunia luar  hal ini diketahui dengan tercantumnya nama-nama Sumbawa, Bima dan Dompu dalam kitab Negara Kertagama yang ditulis tahun 1365 M. Tidaklah mengherankan jika dalam catatan perjalanan seorang Portugis bernama Tome Pires pada tahun 1513 disebut pelabuhan Sumbawa dan Bima sebagai pelabuhan persinggahan kapal-kapal yang berlayar ke Timur untuk membeli hasil bumi. Sehingga hal ini menjadi salah satu factor mudahnya Islam masuk kepulau Sumbawa dari jalur perniagaan melalui laut.
Berbicara tentang masuknya Islam di Indonesia pada umumnya dan pulau sumbawa pada khususnya tentunya tidak lepas dari peran para ulama sekaligus  pelaku niaga yang mnyebarkan Islam dengan cara damai sambil melakukan perniagaan dengan masyarakat setempat.
            Masuknya Islam di pulau Sumbawa terjadisejak abad ke XVI tepatnya antara tahun 1540-1550 M. Pada umumnya melalui dua jalur. Jalur pertama melalui para mubaligh dan pedagang dari Demak karena saat itu Demak menjadi pusat penyebaran Islam di Asia Tenggara menggantikan posisi Malaka yang sudah di taklukan oleh penjajah Portugis pada tahin 1511M.
            Jalur kedua melalui para mubaligh dan pedagang dari Sulawesi. Pada tahun 1623 Sultan Alauddin Raja Gowa yang masuk Islam pada tahun 1603 melakukan ekspansi mencari cadangan pangan untuk rakyatnya hingga ke pulau Sumbawa.
Cahaya Islam Menembus Sumbawa
            Pelabuhan-pelabuhan di Sumbawa sejak dulu terkenal sebagai lalulintas perniagaan baik dari Jawa maupun Sulawesi. Pada masa Sunan Giri menyebarkan Islam di tanah Jawa beliau juga mengirimkan utusan (Mission sencree) untuk menyebarkan Islam ke Timur Indonesia (luar pulau Jawa) sambil melakukan perniagaan. Salah satu muridnya yan diutus ke Smbawa dikenal dengan nama Zainul Abidin.
            Di dalam Buk Tuan Jurutulis (Sekretaris Kerajaan), diceritakan pula tentang seorang pemuka Sumbawa yang sering melakukan pelayaran dan mengisahkan pada masyarakat tentang Kerajaan Demak yang aman dan tenteram dan akhirnya masyarakat mengutusnya untuk belajar disana agar kemudian ketika kembali dapat mengamalkan ilmunya untuk membangun masyarakat sumbawa.Sekembalinya dari Demak beliau datang dengan seorang mubaligh yang juga seorang pangeran.
            Pada tahun 1623 Sultan Alauddin Raja Gowa melakukan ekspansi mencari cadangan pangan hampir keseluruh pulau Sumbawa dibarengi dengan penyebaran agama Islam karena beliau telah memeluk agama Islam sejak 1603. Tercatat pula dalam sejarah untuk kepentingan dagang Sultan Hasanuddin pada tahun 1650 telah mempersatukan Sumbawa dengan Makassar dan menyatakan seluruh Sumbawa telah memeluk agama Islam.
            Dalam Buk (catatan kerajaan Sumbawa) dinyatakan bahwa raja-raja di Sumbawa yang wafat pada permulaan penyebaran Islam dan mula-mula memeluk Agama Islam ialah : Dewa Lengit Ling Baremang (Utan), Dewa Lengit Ling Kartasari (Taliwang), Dewa Maja Paruwa (yang membuat perjanjian damai dengan Gowa) dan Dewa Lengit Ling Utan.
            Dengan masuk dan diterimanya Islam oleh kerajaan maka berubah pula sistem pemerintahan kerajaan dengan berdasarkan syariat agama Islam dan kerajaan berubah menjadi Kesultanan. Sultan pertama pada kerajaan Sumbawa yaitu Sultan Harunurrasyid yang dikalangan rakyatnya dikenal dengan sebutan Dewa Dalam Bawa.
            Kemudian penyebaran agama Islam di Sumbawa beriringan dengan Sultan yang memerintah Kesultanan Sumbawa berikut :
  1. Sultan Harunurrasyid I (1674-1702)
  2. Sultan Jalaluddin Muhammad Syah I (1702-1725)
  3. Sultan Muhammad Kaharuddin I (1733-1758)
  4. Sultan Siti Aisyah (1759-1760)
  5. Datu Ungkap Sermin (1761-1762)
  6. Sultan Muhammad Jalaluddin Syah II (1762-1765)
  7. Dewa Mepaconga Mustafa (1765-1776)
  8. Sultan Harunurrasyid II (1777-1790)
  9. Sultan Shafiatuddin ( 1791- 1795)
  10.  Sultan Muhammad Kaharuddin II (1795-1816)
  11. Sultan Amrullah II (1836-1882)
  12. Sultan Muhammad Jalaluddin III (1883-1931)
  13. Sultan Muhammad Kaharuddin III (1931-1958)
Jejak penyebaran Islam ditanah samawa dapat dilihat dari beberapa peninggalan sejarah diataranya : Istana Dalam Loka, Makam Sampar. 
Cahaya Islam Menembus Dompu
            Pengaruh Islam masuk ke Dompu sejak 1628 namun sebelumnya telah masuk sedikit demi sedikit  sejak 1528. Ulama yang dikenal menyebar Islam di dompu yaitu Syekh Abdul Gani yang juga menyebarkan Islam di Pulau Lombok dan pernah menjadi Imam Masjid di Masjidil Haram Makkah.
Sekitar 1528 Syekh Nurdin Ulama keturunan arab menginjakkan kaki di Dompu untuk menyebarkan agama Islam sambil berdagang. Pada saat itu kerajaan Dompu dipimpin Raja Bumi Luma Na’e bergelar Dewa Ma Waa Taho dan masih dibawah penguasaan Majapahit.
Kemudian Putri raja memeluk Islam dan menikah dengan Syekh Nurdin dan berganti nama menjadi Siti Hadijah, dikaruniai 3 orang anak yaitu Abdul Salam, Abdullah dan Joharmani.
Pada Tahun 1545 Raja La Bata Na’e menggantikan ayahnya Raja Bumi Luwu Nae. Beliau sebelumnya belajar Islam di Kerajaan Bima, Kerajaan Gowa Makassar dan tanah Jawa. Pada masa ini Islam menjadi agama resmi kerajaan dan beliau menjadi Sultan Pertama Kesultanan Dompu bergelar Sultan Syamsuddin dan menikah dengan Joharmani. Sedangkan Syekh Abdul Salam menjadi Ulama Istana kesultanan Dompu.
Pada tahun 1585 datang dan menetap saudagar sekaligus ulama Islam kedompu yang menyebarkan Islam, mereka adalah : Syekh Hasanuddin (Sumatera) yang kemudian oleh Sutan Syamsuddin diangkat menjadi salah seorang Qadi (jabatan setingkat menteri agama di Kesultanan), Syekh Abdullah (Makassar) dan Syekh Umar Al-Bantani (Madiun) dipercaya menjadi Imam Masjid di Kesultanan Dompu.
Sejak saat itu Dompu menjadi kesultanan yang diperintah oleh seorang Sultan dengan sistem pemerintahan berdasarkan agama Islam. Berikut Sultan Sultan Dompu yang banyak memberi andil dalam penyebaran Islam di Dompu :
1. Sultan Syamsuddin La Bata Na.E(1545)
2. Sultan jamaluddin .Manuru Doro Ngao(1640)
3.
Sultan Sirajuddin.Manuru Bata(1640-1682).
4. Sultan Ahmad bergelar Manuru Kilo(1682-1686).
5. Sultan Abdul Rasul bergelar manuru Laju(1686-1701).
6. Sultan Usman Manuru Goa(1701-1702)..
7 Sutan Ahmad Syah bergelar Manuru Kempo(1702-1717).
8 Sultan Abdu Kadir Mawaa Alus(1717-1727).
9. Sultan Samsudin bergelar Mawaa Sampela(1727-1737).
10. Sultan Kamaludin. (1737)
11. Sultan Abdul Kahar Manuru Hidi.
(1737-1746)
12. Sultan Abdurahman bergelar Manuru kempo II. (1746-1748)
13. Sultan Abdul Wahab bergelar Mawaa Cau. (1749-1792)
14. Sultan Abdulah bergelar Mawaa Saninu.(1793-1798)
15. Sultan Yakub bergelar Negeri Mpuri.(1798-1799)
16. Sultan Abdulah Tajul Arifin I bergelar mawa`a Bou. (1799-1801)
17. Sultan Abdul Rasull II bergelar Manuru Bata.(1801-1857)
18. Sultan Muhamad Salahudin Mawaa adi. (1857-1870)
19. Sultan Abdulah II bergelar Mambora Bara Ncihi Ncawa. (1871-1882)
20. Sultan Muhamad Sirajudin bergelar Manuru Kupa. (1882-1934)
21. Sultan Muhamad Tajul Arifin bergelar Mawaa Sama (Ruma Toi). (1947-1958).
Bukti peninggalan sejarah Islam di Dompu antara lain dapat di lihat dengan berdirinya Masjid Agung Baiturahman ( Masjid Raya Dompu) yang dahulunya lokasi tersebut adalah Istana Kesultanan Dompu dan makam Sultan Dompu di depan Masjid tersebut..
Cahaya Islam Menembus Bima
            Islam  mulai masuk ke Bima pada masa akhir Kerajaan Bima antara tahun 1540-1550 melalui mubaligh dan pedagang Demak. Mengingat Bima merupakan jalur perniagaan bagian selatan wilayah nusantara dan sejak abad XV pada masa Raja Manggampo Donggo Kerajaan Bima mencapai puncak kejayaannya bahkan pada masa Raja Ma Wa’a Ndapa telah berperan dalam percaturan niaga internasional yang berpusat di sunda kelapa (Jakarta) dan bima telah memiliki perkampungan khusus di sana.
Waktu tepatnya adalah pada masa pemerintahan Sunan Prapen putra Sunan Giri karena saat itu Demak giat melakukan penyiaran Islam di wilayah Indonesia Timur.
Penyebaran Islam pada masa Sunan Prapen tidak berlangsung lama dan pengaruhnya tidak begitu kuat  karena runtuhnya kerajaan Demak akibat Revolusi istana yang berakibat pada gugurnya Sultan Tranggano tahun 1546.
Kemudian pada 1617 (1028H) ditulis di dalam BO (Catatan Lama Istana Bima) para pedangang Sulawesi datang menyebarkan Islam di Bima. Saudagar Daeng Mangali tiba dipelabuhan Sape  bersama orang Luwu, Tallo dan Bone dan menghadap Ruma Bumi Jara yang memegang Sape  mengantar sepucuk surat dari Ruma Bumi Jara di Bone yang mengabarkan bahwa Kerajaan Gowa, Tallo, Luwu dan Bone sudah memeluk Islam. Kemudian pada 10 Rabiul awal 1030 H (1619 M) empat orang petinggi Kerajaan Bima sepakat memeluk agama Islam dan berganti nama menjadi nama Islam :
-          La Kai ( Ruma Ta Ma Bata Wadu) menjadi Abdul Kahir yang kemudian menjadi Sultan Pertama Kesultanan Bima
-          La Mbila menjadi Jalaluddin
-          Bumi Jara Mbojo Sape menjadi Awaluddin
-          Manuru Bata menjadi Sirajuddin yang kemudian menjadi sultan Dompu.
Karena pergolakan politik di Istana Abdul Kahir dan Jalaluddin  hijrah ke Makassar  dan memperdalam Islam disana dibawah asuhan para ulama kelahiran Minang yaitu Datuk Di Bandang dan Datuk Di Tiro.
Kemudian setelah menimba Ilmu agama Islam dengan di bantu Kesultanan  Makassar Abdul Kahir dan Jalaluddin melakukan ekspedisi bersenjata untuk merebut kembali Kerajaan Bima dari pemberontak dalam rombongan tersebut ikut pula Datuk Di Bandang dan Datuk Di Tiro yang akan membantu Abdul Kahir menyebarkan Islam ditanah Bima dan sekitarnya.
Setelah tiga bulan keberhasilan ekspedisi tersebut, tepatnya 15 Rabiul Awal 1050 H  (1640 M) Abdul Kahir dinobatkan sebagai  Sultan I Bima dengan gelar Ruma Ta Ma Bata Wadu sedang Jalaluddin menjadi Ruma Bicara (Perdana Menteri ) pertama dengan gelar Manuru Suntu.
Dengan penobatan ini menjadi titik akhir sejarah kerajaan Bima dan berganti menjadi babak baru Kesultanan Bima. Mulai saat itu Bima mengamalkan falsafah dan aturan kesultanan bersasarkan agama Islam.
Kesultanan Bima kemudian berdiri dan berpacu menyebarkan agama Islam hingga akhir masa kesultanan bima tahun 1951. Adapun Sultan Kesultanan Bima yang memiliki Andil dalam penyebaran Islam di Bima dan sekitarnya sebagai berikut :
  1. Sultan Abdul Kahir (1640)
  2. Sultan Abil Khair Sirajuddin (1640-1682)
  3. Sultan Nuruddin Abubakar Ali Syah (1682-1687)
  4. Sultan Jamaluddin (1687-1696)
  5. Sultan Hasanuddin (1696-1731)
  6. Sultan Alauddin Muhammad Syah ((1731-1742)
  7. Sultan Abdul Kadim (1743-1773)
  8. Sultan Abdul Hamid (1773-1819)
  9. Sultan Ismail (1819-1854)
  10. Sultan Abdullah (1854-1868)
  11. Sultan Abdul Aziz (1868-1881)
  12. Sultan Ibrahim (1881-1915)
  13. Sultan Muhammad Salahuddin (1915-1951)
Saksi sejarah yang merupakan bukti sejarah penyebaran Islam di Bima dapat di lihat berupa Museum Asi Mbojo ( dahulunya adalah Istana Kesultanan Bima), Masjid Kesultanan Bima, Makam Sultan pertama Bima Sultan Abdul Kahir di Dana Taraha, Makam Sultan Abil Khair Sirajuddin dan Nuruddin Abubakar Ali Syah di Tolomundu dan Makam-makam sultan lainnya yang masih dalam kompleks Masjid Kesultanan Bima.
Mataram, April 2010
IWAN Wahyudi
 
*) Tulisan ini dimuat pada Buku " Gerakan Dakwah KAMMI di Bumi Seribu Masjid, Selayang Pandang Gerakan Pemuda "
Sumber tulisan :
1.      M. Hilir Ismail, Peran Kesultanan Bima dalam Perjalanan Sejarah Nusantara
2.      Lalu Manca, Sumbawa pada Masa Lalu ( Suatu Tinjauan Sejarah).
3.      Tim Peneliti Komite Pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa (KP3S), Kajian Akademis Pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa.
4.      H.RM.Agus Suryanto – Humas Dompu, Masjid `Syekh Abdul Gani` Dompu Riwayatmu Dulu.
5.      ----, Letusan Tambora,  Sebuah Misteri Lahirnya Dompu Baru.
7.      ----, Sejarah Dompu
8.      http://bima-ntb.blogspot.com.

Related Posts

SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI PULAU SUMBAWA
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Like the post above? Please subscribe to the latest posts directly via email.