Rabu, 06 Januari 2016

MEMAKNAI TRADISI MENGUNDURKAN DIRI





Kita tentunya pernah dengar seorang ketua umum partai politik merangkap jabatan sebagai seorang menteri atau presiden (pimpinan tertinggi pada sebuah Negara), Ada pejabat public yang dimanahkan kekuasaan tidak sesuai dengan skill, kapasitas dan kinerjanya aburadul namun masih tetap ngotot diposisinya karena alas an belum diberhentikan oleh pimpinan, Ada pemimpin partai sejak berdiri hingga beberapa decade memiliki pemimpin itu-itu saja padahal banyak kader mempuni dan brilian yang dilahirkan, Ada juga pejabat public yang sudah berstatus tersangka dan sibuk mengadapi jadwal pemeriksaan kasusnya sampai tidak konsen memikirkan program untuk rakyat dan masih tetap bercokol dengan alasan belum menjadi terdakwa atau memiliki kekuatan hukum tetap.

Kosa kata Mengundurkan Diri disebagian masyarakat mungkin memiliki nilai rasa yang negative. Mengundurkan diri dianggap sebagai langkah pengecut, melempar tanggungjawab, tidak amanah, gagal melaksanakan tugas dan lain sebagainya.
Perihal pengunduran diri bisa saja merupakan langkah positif, hal tersebut tergantung dari alas an yang mendasari tindakan itu dilakukan.

Mengundurkan diri karena kapasitas tidak sesuai
            Amanah hendaknya diberikan pada mereka yang mengerti dan memiliki kepahaman terhadap perihal jabatan yang dipangkunya. Disini sebenarnya adalah tanggungjawab antara 2 pihak : pemberi dan penerima amanah.
            Jika seseorang ketika sedang menjabat kemudian dirasakan apa yang diamanahkan tidak sesuai dengan kapasitas diri dan kemampuan dirinya, langkah terbaik adalah mengundurkan diri dan memberikan amanah tersebut kepada mereka yang memiliki kapasitas.
            Kala hal ini dipaksakan maka akan menghambat kinerja dari tim yang sedang bekerja baik itu personal maupun masyarakat yang menjadi obyek dari kinerja tersebut.

Mengundurkan diri sebagai langkah regenerasi
            Tak jarang disekitar kita masih saja amanah tertentu tetap saja diembankan pada orang itu-itu saja, padahal rentang waktu amanah itu sudah cukup lama dan telah melahirkan beberapa generasi baru.
            Bagi penerima amanah juga harus memiliki kesadaran diri jika jabatan itu terus diemban akan menimbulkan beberapa efek yang kurang baik, diantaranya : Pertama, terjadinya pengkultusan terhadap pribadi seseorang. Sehingga selama yang bersangkutan masih hidup maka hanya dialah satu-satunya yang layak untuk menempati jabatan itu. Kedua, Matinya regenerasi. Diakui atau tidak tapi ini adalah perputaran kekuasaan yang di silih pergantikan oleh-Nya. Ketika sudah cukup banyak generasi pelanjut dan mereka telah dibekali sejumlah skill dan wawasan, maka harus dilakukan regenerasi. Generasi baru harus diberikan kesempatan untuk memimpin, mengemban amanah-amanah strategis.
            Hadirnya regenerasi harus dilihat secara positif bukan sebagai ancaman tamatnya kiprah generasi tua (sebelumnya), tetapi suksesnya mereka melahirkan dan mengantarkan generasi baru.

Mengundurkan diri untuk focus, tidak rakus rangkap jabatan
            Perlu disadari tidak semua orang memiliki kemampuan yang sama dan tidak ada manusia super. Semakin banyak jabatanyang dipegang tentunya akan semakin sedikit porsi pemikiran dn menunaikan amanah itu dibanding dengan mereka yang sedikit atau bahkan tidak merangkap jabatan. Mungkin orang lain hanya tau secara kulit luar kapasitas seseorang, namun yang lebih tahu sebenarnya adalah sipenerima amanah.
            Betapa banyak mereka yang merangkap jabatan, namun bukan menjadi solusi malah menjadi masalah dimasing-masing posisi atau bahkan masing-masing posisi saling mengiris satu sama lain yang menimbulkan ketidak profesionalan dan kerancuan seperti disatu sisi berperan sebagai eksekutif di posisi lain merangkap sebagai pengawas/evaluator. Bukan hal yang tabu bila melepas sebgaian jabatan atau menolak jabatan baru jika itu akan melahirkan profesionalisme dan produktifitas kerja. Semakin banyak orang yang menjabat posisi masing-masing amanah berarti membarikan ruang kepemimpinan melahirkan leader lebih banyak dan luas lagi.

Mengundurkan diri sebagai komitmen pada prinsip
            Ketika dalam mengemban amanah, seseorang dihadapkan pada prinsip yang dipegang dengan realitas public yang bertentangan, maka akan terjadi kinerja yang tidak optimal. Bekerja tapi tidak memiliki ruh, bergerak hampa tanpa daya dobrak, berbuat tetapi terjadi konflik batin, berkarya namun mengkhianati nurani.
            Kadang ketika mengemban amanah tidak selamanya pada posisi atau penempatan yang nyaman untuk menerapkan prinsip. Pemimpin sesuka kehendak melanggar aturan, opini public yang menyesatkan nurani, dorongan masyarakat yang tidak sesuai nalar kebenaran.
            Ketika prinsip kebenaran, nurani & akal sehat tidak dapat dipertahankan, dari pada terjerumus lebih dalam walau sudah melawan sekuat tenaga adalah hal yang sangat ksatria untuk mengundurkan diri sebagai komitmen terhadap prinsip-prinsip kebenaran yang secara umum dipegang masyarakat.
            Saat kengototan mempertahankan jabatan berdasarkan gengsi, ego dan kesombongan semata atau kaidah-kaidah yang jauh dari nurani kebenaran, maka mengundurkan diri adalah langkah terbaik dan mulia. Hal ini harus dicamkan bukan hanya bagi para pemegang kekuasaan saja tetapi juga pada mereka yang memberikan mandat harus dengan kesadaran penuh dan mata terbuka.

Cordova Street Jafana Garden,
06 Januari  2016
InspirationWednesday

IWAN Wahyudi
www.iwan-wahyudi.net


Related Posts

MEMAKNAI TRADISI MENGUNDURKAN DIRI
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Like the post above? Please subscribe to the latest posts directly via email.