Beberapa waktu yang lalu saya menghadiri peluncuran dan
bedah buku “ Sumbawa dalam Kepingan
Sejarah” yang berisi 6 tulisan hasil lomba penulisan sejarah dan budaya Sumbawa.
Saat memasuki pemaparan tulisan ke-6 pada halaman 73 yang berjudul “ Ulama yang
Ditakuti Kompeni, Lalu Ismail Dea Malela” .Disebut ulama tersebut dipenjara di
Cape Town Afrika Selatan. Mendengar kata Cape Town Afrika Selatan sepertinya
sangat familiar bagi saya. Sambil mengingat akhirnya saya teringat Cape Town
adalah tempat Pembuangan Raja Tambora oleh Belanda.
Saya coba membuka kembali catatan kecil tentang Raja Tambora
dan Islam di Cape Town Afrika Selatan yang pernah diposting di website pribadi,
dan menemukan titik terangnya. Tokoh Islam dan Sultan di pulau Sumbawa dan
Sulawesi pernah dibuang disana oleh penjajah, namun pembuangan itu bukan
memadamkan api perjuangan dan dakwah mereka, malah di daerah yang amat jauh
dari negeri kelahirannya mereka menjadi penyeru dan penyebar agama Islam.
Lalu Ismail Dea Malela, Ulama Sumbawa yang biasa dipanggil
Dea Malela bersama dengan ayahnya Dea Koasa diasingkan ke Simon’s Bay dekat
kota Cape Town Afrika Selatan yang sebelumnya ditangkap dan ditahan di Batavia
pada tahun 1752. Simon’s Bay merupakan tempat pengasingan orang-orang yang
dianggap paling berbahaya oleh Belanda. Setelah 3 tahun dalam tahanan Dea
Malela bersama sang ayah berhasil melarikan diri. Dea Koasa berhasil kembali ke
kampung halamannya di Sumbawa, sedang Dea Malela terus menyebarkan Islam di
Afrika Selatan, Ia menjadi Imam Pertama Afrika ( Buku Sumbawa dalam Kepingan
Sejarah)
Pada 30 November 1697 (http://www.mbojoklopedia.com
menuliskan pada 13 Agustus 1697 sampai ditahanan Cape Town), kapal Lands Welvaren meninggalkan Batavia
menuju Cape Town Afrrika Selatan salah satu penumpangnya adalah tahanan politik
Belanda Rajah of Tambora (Nizam ad-Din Abd al-Bashir atau Nilaauddin Abdul
Basyir, Abdul Radja, Albubasi Raja, Abdul Basi Rajaia) nama yang tertulis oleh
J.Hoge dalam “ The Family of the Rajah of
Tambora at the Cape” (1951:27-29). Raja ini diasingkan ke Cape Town dengan
resolusi pemerintahan Batavia (VOC) bernomor 13/8/1697 karena memberontak
terhadap VOC, yaitu melakukan Pemberontakan terhadap Kompeni, konspirasi
melawan Raja Dompo dan membunuh ratunya *)
Rajah Tambora diperlakukan sebagai orang rantaian, pekerja paksa
sebagaimana pesakitan lainnya yang sebelumnya diancam untuk dihukum mati. Kapal tahanan politik ini tiba di Cape Town
pada 17 Februari 1698. Setahun setelah dibuang beliau menikah dengan putri
Syaikh Yusuf Al-Maqassari (diasingkan sejak 1694 diangkut ke Afrika Selatan
dengan Kapal “ Voetboeg”) , Sitina Sara Maraouff.
Raja Tambora dikenal sebagai orang pertama yang menulis Al-Qur’an di
Cape Town.
(Atep Kurnia-T.Bachtiar, TAMBORA Sumber tertulis Abad XV-XIX –
Masyarakat Geografi Indonesia)
*) Sultan Jamaluddin (Kesultanan Bima) 19 Agustus 1693 M diadili di
Makassar oleh para hakim Belanda dengan tuduhan sebagai pembunuh permainsuri
Kesultanan Dompu (Belanda sepertinya memainkan politik Adu Domba untuk memecah
Kerajaan/kesultanan di kawasan Bima dan Dompu). Apakah Permainsuri Dompu yang
di tuduhkan pada Sultan Jamaluddin dan Raja Tambora adalah orang yang sama ?
29012018 15:24 Gedung Mandiri
#IwanWahyudi
#MariBerbagiMAKNA
#InspirasiWajahNegeri
#SandakaDanaMbojo
#KomunitasGerimis
www.iwan-wahyudi.net
Ulama Sumbawa, Raja Tambora dan Islam Cape Town Afrika Selatan
4/
5
Oleh
Iwan Wahyudi Net