Sepanjang Februari
sampai Maret 2006 semua mata dan pikiran bangsa ini tertuju pada pengesahan RUU
Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP). Semua media baik cetak maupun
elektronik memberikan tentang unjukrasi besar-besaran hampir diseluruh tanah
air antara kelompok yang mendukung segera disahkannya RUU tersebut guna
menyelamatkan masa depan moral anak bangsa maupun yang menolak dengan dalih tidak
menghormati HAM, merusak budaya dan tidak menghargai nilai seni. Kelompok yang
mendukung dengan mayoritas suara parlemen mengakomodir suara yang menolak RUU
tersebut hingga 2 tahun untuk memasukkan beberapa poin dalam upaya
penyempurnaan dan tidak mengakomodir beberapa pihak.
Di Bulan suci Ramadhan 1429 H atau
September 2008 kembali ketika RUU tersebut yang kini dirubah menjadi RUU
Pornografi akan disahkan penolakan akan peraturan tersebut kembali mencuat,
sama seperti 2 tahun silam kedua kelompok berunjuk rasa dan argument, padahal
10 fraksi diparlemen sudah menyetujuinya kecuali FPDIP (Partai Demokrasi
Perjuangan) dan FPDS (Partai Damai Sejahtera). Inilah RUU yang sangat memakan
waktu terkatung-katung sejak tahun 1999. Padahal sangat penting guna
menyelamatkan anak bangsa dari bahaya pornografi dan porno aksi yang kian tanpa
batas ruang dan waktu bahkan untuk menyelamatkan bangsa Indonesia itu sendiri dari
kehilangan jati dirinya sebagai bangsa yang berbudaya dan menganut nilai-nilai
etika kesopanan dan moral.
Indonesia dalam
cengkraman Pornografi
Associated Press (AP) menyebutkan
Indonesia
sebagai surga pornografi terbesar kedua setelah Rusia. Seakan kita tidak
percaya dengan hasil tersebut melihat bahwa bangsa ini memiliki budaya dan
etika ketimuran yang sangat berpegang teguh terhadap adat dan agama Namun kita
lupa bahwa dampak globalisasi telah memporak porandakan moral negeri ini selain
secara internal bangsa ini belum memiliki aturan dan kebijakan yang tidak tegas
dan ketat tentang Pornografi.
Pada tahun 2006 yang lalu BKKBN
merencanakan memperbanyak didirikan ATM kondom disejumlah kota
besar di Indonesia
dengan dalih untk mencecah HIV/AIDS. Kemudian Sekarang bangsa ini tidak
khawatir dan tegas untuk memberantas pornografi dan porno aksi padahal awal
petaka dari seks bebas dan HIV/AIDS dipicu oleh tayangan, bacaan, dan tulisan
yang membangkitkan nafsu syahwat. Apakah ini bagian kecil dari bukti bahwa
pemimpin negeri ini sudah mengalami degradasi moral? Mendahulukan kepentingan
ekonomi daripada kemanusiaan dan hak-hak
manusia.
Fakta
membuktikan bahwa negeri ini sedang dilanda degradasi moral yang bisa dikatakan
pada stadium yang sangat mengkhawatirkan ; 140.000 - 200.000 orang anak menjadi Pelacur atau Pekerja Seks
Komersial (PSK) , 75% dari jumlah PSK berusia 13-24 tahun, lebih dari 2 juta aborsi pertahun terjadi di Indonesia,
di Jakarta 6 hingga 20% siswa SLTA dan mahasiswa melakukan hubungan seks bebas
pra nikah, pada tahun 2002 Menteri Negara Urusan Perempuan mengatakan bahwa 6
dari 10 wanita yang belum menikah tidak virgin lagi, belum lagi kasus
pemerkosaan yang terdata setiap hari sangat besar dan ini sebenarnya gunung es
karena banyak korban pemerkosaan yang tidak melaporkan diri karena malu.
Pusat Studi Hukum Universitas Islam
Indonesia mengemukakatan 15% dari 202 responden remaja usia 15-25 tahun sudah
berhubunga seks karena pengaruh gambar dan tayangan porno lewat internet, VCD,
TV dan bacaan cabul. Sedang menurut Pusat Sumberdaya Hukum untuk Keadilan
Gender pada tahun 2003 korban kasus
pornografi dan pornoaksi berjumlah 63 kasus, tahun 2004 naik menjadi 144 kasus
dan pada tahun 2005 melonjak menjadi lebih dari 1000 kasus.
Saat ini akibat kebebasan pers
diperkirakan ada 200-an situs porno lokal buatan Indonesia, baik isi tampilan
maupun pengelolanya. Dari sekitar 829 media cetak diseluruh Indonesia 10 % atau
82 diantaranya termasuk media cetak
(koran, tabloid, majalah) dewasa syur yang menampilkan foto syur perempuan,
model lelaki panggilan, konsultasi seks vulgar, iklan layanan seks via telepon
ditambah operator dengan gambar mesum, artikel liputan tempat maksiat dan
wawancara artis yang sangat permisif. Dan majalah Play Boy Indonesia adalah
majalah porno pertama yang dilegalkan dinegari muslim terbesar didunia ini padahal
negara seperti Taiwan dan Hongkong menutup kembali setelah majalah syahwat itu
beredar beberapa saat. Dewan Pers sendiri melepas tangan terhadap media porno
yang sedang menjamur saat ini dengan dalih ini bukan produksi industri pers
tapi produk industri pornografi yang menjadi tanggung jawab Departemen
Perindustrian dan Perdagangan .
UU Pornografi dan Porno Aksi
Sebenarnya wakil rakyat kita sudah
menyiapkan perangkat untuk pembatasan dan membuat aturan main tentang
pornografi dan porno aksi ini dengan mengajukan RUU tentang hal tersebut. Namun RUU tersebut terkatung-katung sejak
1999 melewati tiga rezim penguasa bangsa ini yang puncaknya pada tahun 2004
setelah diajukan ke eksekutif. Namun, kandas presiden Megawati Soekarno Putri yang
seorang wanita menolak padahal pada saat yang sama banyak RUU yang disahkan. Sosok
keibuan pempimpin negeri saat itu mengkandaskan dan memupuskan harapan kaum
hawa yang sebagian besar menjadi obyek dan korban dari pornografi dan porno
aksi.
Banyak kelompok yang mengatakan bahwah RUU
Pornografi ini merupakan sinyalemen bagian dari kendaraan ideologis menuju formalisasi
syariat Islam. Padahal sejak awal RUU ini digagas murni untuk menanggulangi
ekskalasi pornografi yang kian marak dan gencar demi perlindungan dan
perkembangan anak bangsa terutama kaum wanita, remaja dan anak-anak. Sesuatu
yang mestinya menjadi tanggungjawab kita bersama sebagai bentuk penghargaan dan
penghormatan terhadap nila-nilai kemanusiaan.
Pro-kontra terhadap subtansi dan
pasal-pasal yang ada dalam RUU tersebut masih diperdebatkan antara pendukung
dan penolak RUU tersebut yang terkadang dapat dilihat sangat tidak rasional.
Sekelompok kalangan berpendapat RUU
ini terlalu jauh memasuki wilayah pribadi/privat. Padahal pornografi bila
merujuk pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 282 maka termasuk
wilayah hukum pidana (publik). Karena pornografi merupakan suatu kejahatan maka
harus diatur oleh hukum negara dan tidak cukup dengan aturan agama dan norma
kesusilaan saja. Pornografi merupakan salah-satu peyumbang signifikan terhadap
penyakit masyarakat menurut pakar komunikasi Ade Armando seperti AIDS, kehamilan
remaja, aborsi, perselingkuhan dan perceraian, orang tua tunggal,
perkosaan/pelecehan seksual, paedophilia dan pelacuran.
Pandangan yang mengatakan bahwa RUU
Pornografi tidak menghargai Hak Asasi Manusia (HAM) adalah sangat tidak rasional
karena Hak Asasi setiap manusia dibatasi oleh hak orang lain. Pada pasal 28 (i) UUD 1945 dan pasal 4 UU HAM
No. 39 tahun 1999 menyebutkan hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak
kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak
diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan hukum, dan
hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah HAM yang
tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun. Sementara dalam
pasal 28 (j) UUD 1945 dan pasal 69 UU HAM No 39 Tahun 1999 menyebutkan setiap
orang wajib menghormati HAM orang lain, moral, etika, dan tata tertib kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Setiap HAM seseorang menimbulkan
kewajiban dasar dan tanggungjawab untuk menghormati hak asasi orang lain secara
timbal balik serta menjadi tugas pemerintah untuk menghormati, melindungi,
menegakkan dan memajukannya.
RUU Pornografi bukan mengurangi atau
membuat bias peraturan yang sudah ada sebelumnya termasuk KUHP tapi melengkapi
ketidak sempurnaan dan hal-hal yang tidak dimuat didalamnya. Permasalahan
pornografi tidak cukup diatur dalam KUHP karena dari segi definisi kesusilaan
tidak ada definisi dan batasan yang jelas, dengan ancaman hukuman yang sangat
ringan. Pasal 281 dan 282 KUHP yang dianggap mampu mengatasi pornografi dan
pornoaksi hanya memberikan ganjaran hukuman maksimal penjara 2 tahun 8 bulan
dan maksimal denda Rp. 75.000. Hal ini tidak akan membuat jera dan dampak
apapun pada para pelakunya apalagi dilihat dari keuntungan industri seks di
Indonesia miliaran rupiah.
Adalah salah besar dan terlalu
didramatisir bahkan terkesan mengadudomba anak bangsa dan cenderung memecah
keutuhan NKRI jika adapihak yang
mengatakan bahwa RUU pornografi memberagus keanekaragaman budaya Indonesia
seperti budaya Bali, koteka di Papua dan lain sebagainya, karena sasaran dari
RUU Pornografi adalah adalah industri pornografi baik dari segi produksi,
distribusi dan konsumen pornografi tersebut. Dalam Pasal 14 RUU pornografi terdapat pengecualian pembuatan,
penyebarluasan dan penggunaan materi seksualitas untuk kepentingan dan memiliki
nilai senibudaya, adat istiadat dan ritual tradisional.
Kata kunci dari degradasi moral yang terjadi pada
anak bangsa yang akan menmegang kepemimpinan esok salah satunya adalah adalah pronografi. Pornografi bagi
bangsa ini sama ganasnya dengan narkoba dan korupsi kerena yang
memporakporandakan tatanan kenidupan bangsa ini baik tatanan kebangsaan maupun
tatanan pergaulan dan tingkan laku.
Bencana besar telah ada dihadapan
bangsa ini namun sebagiannya merindukan dan menikmati bencana itu dan mengharap
agar dipercepat kedatangannya kerena mereka mengambil keuntungan dari
penderitaan bangsa ini dan masa depan bangsa yang akan tergadaikan. Haruskah bangsa ini poranda dan lenyap
dari peta peradaban dan kebudayaan dunia karena Pornografi dan porno aksi?.
Yang harus dilakukan saat ini adalah menggalang sebanyak-banyaknya masyarakat
yang masih memiliki komitmen moral terhadap negeri ini -karena permasalahan
pornografi adalah permasalahan kemanusiaan yang terusik oleh manusia itu
sendiri- . Hampir semua negara melarang pornografi dan telah memiliki hukum
yang mengaturnya secara khusus. Amerika Serikat memiliki Child Obscenity and
Pornography Prevention Act of 2002 dan di Inggris memiliki Obscene
Publications Act 1959 dan Obscene Pulications Act 1964 yang berlaku
sampai Sekarang. Tidak ada kata terlambat, segera sahkan secepatnya RUU
pornografi atau anak bangsa yang akan datang mengutuk kita sebagai penyebab kehancuran
generasi mereka.
Mataram, 27 September 2008
Iwan Wahyudi
Ketua Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia
(KAMMI) Daerah NTB 2006-2008
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)
Universitas Mataram 2004-2005
INDONESIA DIBAWAH CENGKRAMAN PORNOGRAFI
4/
5
Oleh
Iwan Wahyudi Net