KEKUASAAN, siapapun tentu menginginkannya, kenapa? Karena dengan kekuasaan sebagian keinginan manusia dapat dicapai, kekayaan juga ketenaran. Pada hakikatnya kekuasaan adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengelola dan menata apa yang dikuasainya guna meningkatkan harkat, martabat dan kebahagiaan bersama.
Namun, berjalannya waktu kemudian
akan membuktikan seperti apa sesungguhnya pemilik kuasa. Hampir semua manusia
melakukan segala cara untuk menggenggam kekuasaan. Orang baik akan menggunakan
cara-cara yang etis dan bermartabat, sedangkan mereka yang dalam rongga hatinya
dipenuhi nafsu angkara akan menggunakan 1001 jalan baik halal maupun haram untuk
duduk dalam kekuasaan.
Yang lebih berbahaya jika para
perebut kuasa menggunakan beraneka topeng malaikat untuk menipu rakyat agar
menambatkan simpati dan mandat. Namun, setelah kuasa ditangan jangankan rakyat
yang lugu, jujur, polos bahkan berpendidikan rendah saja yang dikhianati, teman
seperjuangan bahkan yang memasang badan dalam kondisi mempertaruhkan nyawapun
akan disingkirkan untuk melanggengkan kekuasaan, supaya tak ada riak dalam menikmati
kekuasaan, agar tak ada duri dalam daging renyah kekuasaan yang sedang
dilahapnya.
30 Sepember 1965 adalah sepenggal
kisah dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia yang tentunya akan menjadi
jejak tak bisa dihapuskan ketika berbicara tentang Negeri ini. Lepas dari
kontroversi apapun yang ada didalamnya. Baik itu scenario Amerika dengan
CIAnya, jumlah korban sepanjang penumpasan PKI, Misteri Supersemar dan lain
sebagainya. Saya melihatnya semua berawal dari bagaimana memberlakukan
kekuasaan (meraih, mengelola dan mendistribusikan).
Peristiwa semacam ini bukan tidak
mungkin akan terulang lagi, baik itu berskala lebih kecil maupun besar didalam
tubuh bangsa ini. Hal itu tentu saja tidak serta merta timbul seketika, namun
memiliki jangka yang cukup panjang seperti peristiwa 30 September 1965 dengan factor-faktor
pemicunya.
Kekuasaan bisa melahirkan
kesejahteraan dan kemakmuran atau kebalikannya akan melahirkan malapetaka.
Malapetaka bisa selesai bersamaan dengan usainya peristiwa, namun yang lebih
pahit jika ia melahirkan dendam dan menumbuh suburkan amarah berbagai generasi
dibawahnya. Ini sangat berbahaya ibarat menyimpan bara dalam sekam. Malapetaka
kekuasan bisa berupa : Ketimpangan ekonomi, diskriminasi perlakuan antar
daerah, dominasi asing atas kemandirian bangsa, bobroknya perilaku
penyelenggara Negara yang menindas, tebang pilih dalam penegakan hukum dan
sebagainya.
Penguasa dengan sebesar apapun
kekuasan digenggamannya jangan merasa nyaman jika menyadari melakukan
penyimpangan, namun rakyat diam karena tidak bisa berbuat apapun melawan. Tapi
yang perlu diyakini bahwa DIAM itupun sebenarnya adalah bentuk perlawanan yang
pada waktunya nanti menemukan titik klimaks ledakan, bisa jadi pada saat
penguasa sedang lengah dalam buaian kekuasaan yang berbuah malapetaka.
Ujung Pena Cordova 03, 30
Sepetember 2016
Sambil menunggu Nonton Film
Pengkhianatan G 30 S/PKI
IWAN Wahyudi
www.iwan-wahyudi.net
MALAPETAKA KEKUASAAN ( Refleksi Gerakan 30 September/PKI )
4/
5
Oleh
Iwan Wahyudi Net