Minggu, 26 April 2020

04 [LELAKI BIASA DALAM KACAMATA KHALIFAH DAN GUBERNUR]


Suatu hari Gubernur Malta Ja'unah bin Harits setelah sukses membawa pasukan membuka ekspansi dakwah ke daerah baru tersebut dengan damai, di panggil oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz untuk dimintai laporan atas kemenangan itu.
Harta rampasan perang dibawa serta menghadap Khalifah. Umar kemudian meminta laporan sang Gubernurnya. "Apakah ada korban dari kaum muslimin?".
Gubernur menjawab, "Tidak ada, kecuali hanya seorang lelaki biasa".
Tak disangka dengan nada tinggi Umar marah, " Apa katamu, hanya seorang lelaki biasa?". Umar mengulang kembali kata-katanya, "Hanya seorang lelaki biasa?".
Umar menambahkan, "Kamu datang kesini membawa kambing, sapi, lalu seorang muslim gugur kamu bilang hanya seorang lelaki biasa? Sungguh kamu tidak akan menjadi pejabatku, tidak juga keluargamu, selama aku masih hidup. "

Kemarahan Khalifah Umar saat itu seperti dicatat oleh para ahli sejarah, bukan karena Syahidnya seorang muslimin dalam peperangan di Malta tersebut, bukankah menjadi syuhada adalah cita dan cinta tertinggi seorang muslim. Namun, karena gegabahnya seorang Gubernur merendahkan harga seorang rakyatnya yang telah mengorbankan nyawa dalam garda terdepan perjuangan. Bahkan menjadi satu-satunya yang gugur disana. Menjadi harga bagi sebuah kemenangan. Hal ini bukan biasa-biasa saja, tapi ia yang gugur patut mendapat penghormatan dan penghargaan, walau yang bersangkutan tak mengharapkan hal tersebut dimata manusia.

Khalifah Umar bin Abdul Aziz dalam episode sejarah diatas betapa mengajarkan pada kita tentang makna keberartian. Seseorang yang telah menjadi muslim sesungguhnya telah menjadi tidak biasa. Paling tidak dihargai dalam kapasitas kemuslimannya karena itu bukanlah pilihan hidup yang sederhana. Keputusan besar yang menentukan nasib seseorang didunia dan akhirat selama masih berpegang teguh pada jati diri kemuslimannya. Kemudian dalam mata rantai fungsional kehidupan tidak bisa diabaikan peran orang-orang biasa. Kalau bukan karena kerja dan peran orang-orang biasa atau rakyat biasa, para gubernur dan pemimpin itu tak berarti apa-apa.

Banyak pula dalam kehidupan kita, mereka yang menyimpan kebaikan dan kebesaran luar biasa tempat kita berkaca arti kehidupan itu sendiri. Mereka jauh dari publikasi, pencitraan bahkan pemberitaan apapun. Bahkan sering dianggap tidak ada, tapi peran mereka begitu terasa bahkan tak tergantikan. Sebut saja seperti para medis yang gugur dalam perjuangan garda terdepan melawan covid-19. Kita tak mengenal mereka semuanya. Atau seperti lelaki yang gugur dalam kisah diawal, bisa jadi sang gubernurnya pun tak pernah tau siapa nama lelaki biasa itu. Bahkan sejarah pun tak mengenal nama lelaki itu.

Mari selalu belajar melihat dari kacamata keluarbiasaan hal-hal yang biasa-biasa saja. Dengannya kita memberi keberartian harga kehidupan itu sendiri secara semestinya. Tidak menyepelekan siapapun dan apapun terlalu cepat dan kurang tepat.

Ramadhan menjadikan amal biasa-biasa saja di bulan biasa menjadi hal yang luar biasa berlipat-lipat kali penghargaan dan balasannya.

26042020
#IWANwahyudi
#MariBerbagiMakna
#EnergiRamadhan
#InspirasiWajahNegeri
@iwanwahyudi1
@inspirasiwajahnegeri

Related Posts

04 [LELAKI BIASA DALAM KACAMATA KHALIFAH DAN GUBERNUR]
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Like the post above? Please subscribe to the latest posts directly via email.