Sejauh mata memandang, sebanyak itulah lambaian sang merah putih berkibar. Gegap
gempita anak sekolah mengatur barisan dan memakai separuh jalan
disetiap pagi dan petang hingga pelosok desa tiada henti. Karnaval
berbagai corak suku dan budaya yang menaungi nusantara menyentuh
kebanggaan kita sebagai anak bangsa, riuh penduduk bersorak disetiap
lomba membawa harapan tidak seharusnya senyum mereka terhenti sampai
hari itu saja. Begitulah lembaran-lembaran indah yang senantiasa
terulang disetiap tahun pada bulan agustus. Dibulan tersebut bangsa ini
telah memerdekakan tanah airnya selama 62 tahun dari belenggu penjajahan
bangsa asing.
Dimasa penjajahan hampir setiap lembar kehidupan bangsa ini terbelenggu
oleh bangsa asing. Kebodohan seakan menjadi hak bangsa ini, pendidikan
hanya milik orang –orang kaya dan masyarakat kelas atas, kemiskinan
adalah potret setiap bangsa terjajah, kelaparan menjadi certia yang
memilukan ditambah dengan kerja paksa diluar nilai kemanusiaan. Kekayaan
bangsa dan kesuburan tanah air dirampas secara sewenang-wenang dan
dieksploitasi oleh bangsa penjajah untuk memenuhi kebutuhan kapital
perang dunia saat itu yang menjadi tempat show of force negara-negara
penjajah. Cerita pilu juga menimpa para perempuan bangsa ini, mereka
dieksploitasi secara paksa untuk memenuhi kebutuhan nafsu para
serdadu-serdadu asing.
Hidup menjadi negara terjajah sangat menyedihkan, seakan derita adalah
warna pahit yang harus ditelan atau terpaksa diterima dan sangat
mustahil memikirkan bahkan untuk sekedar berangan menikmati kebahagiaan.
Setiap hirupan nafas bangsa terjajah tidak lebih hanya sekedar
kehidupan sebagai budak bangsa asing.
Berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa, bangsa yang telah menikmati
pahitnya penjajahan selama 3,5 abad ini akhirnya dapat memproklamirkan
kemerdekaannya, memperoleh kembali fitrahnya sebagai manusia sesuai
dengan apa yang telah ditetapkan oleh pencipta-Nya. Keberhasilan bangsa
ini memperoleh kembali fitrah kemanusiaannya bukan secepat dan semudah
membalikkan telapak tangan serta pengorbanan yang tak sedikit seperti
bangsa lainnya dimerdekakan oleh bangsa yang mereggut kemerdekannya
karena mereka terpaksa akibat bersama sekutunya kalah dalam arena perang
dunia seperti Malaysia, Brunai Darussalam dan Papua Nugini.
Kemerdekaan bangsa ini adalah buah dari perjuangan panjang anak bangsa
disegenap lini kehidupan kebangsaan. Kaum terpelajar melakukan gerakan
intelektual didalam dan luar egeri. Para tentara dan petani melakukan
gerilya yang sangat heroik. Para raja dan sultan yang menghidupi
nusantara mengobarkan perlawanan dan jihad melawan bangsa asing yang
mengoyak-ngoyak tanah nenek moyang. Anugerah kemerdekaan bangsa ini
adalah karya terbesar anak bangsa yang dibayar dengan harga sangat mahal
dan tak bisa ditebus oleh siapapun.
Untuk membersihkan puing-puing pejajahan dan mendirikan kembali
tonggak-tongak kebangsaan para founding father bangsa ini berusaha
merumuskan dan melahirkan konstitusi yang berpihak kepada rakyat sebagai
pemilik sah republik ini. Mengedepankan kesejahteraan anak bangsa yang
telah banyak memberikan saham bagi proklamasi kemerdekann negeri
kepulauan terbesar didunia ini.
Sekarang 62 tahun sudah indonesia diproklamasikan, sebanyak itu pula
kemeriahan untuk menyambut dan memperingati hari bersejarah itu. Hakekat
dari kemerdekaan adalah kita terbebas dari belenggu penjajahan apapun
dan oleh siapapun yang merenggut hak dan fitrah kita sebagai manusia
ciptaan Allah SWT.
62 tahun kita lepas dari penjajah yang membiarkan bangsa ini bodoh dan
tidak menyecap pendidikan kecuali untuk segelintir orang yang dekat dan
bisa dimanfaatkan untuk kaki tangan penjajah. Masih segar dalam ingatan
kita banyak orang tua siswa yang mengeluh dan terpaksa bahkan tidak
mampu meneruskan sekolah anaknya karena pungutan sampai jutaan rupiah
untuk mendaftar ulang dengan dalih telah dispakati dengan komite
sekolah. Perguruan tinggi terancam komersialisasi dan biaya tinggi
dengan konsep Badan Hukum Pendidikan. Realisasi 20% APBN dan APBD sesuai
dengan amanah konstitusi tertinggi UUD 1945 untuk dunia pendidikan
masih harus kita pendam dalam-dalam sebagai sebuah angan. Kesejahteraan
guru dan tenaga pendidik seakan dianak tirikan padahal pendiri bangsa
ini sadar bahwa pendidikan adalah kunci kemajuan dan masa depan bangsa
ini. Oleh karenanya dalam pembukaan UUD 1945 dicantumka salah satu
tujuan bangsa ini hadir dimuka bumi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Malaysia negeri jiran yang dulu mengimpor tenaga guru dan dosen dari
Indoneia kini memiliki standar rata-rata pendidikan yang jauh lebih
tinggi dari Indonesia. Sekitar 70% anak bangsa berpendidikan pada
tingkatan Sekolah Dasar, sementara itu Malaysia saat ini 80% pendidikan
mereka pada tingkatan SMU. Jepang yang porak poranda tinggal puing
akibat bom atom sekarang menjadi bangsa yang terkemuka di Asia karena
mendudukan pendidikan pada prioritas utama pembangunan.
62 tahun bangsa ini memproklamasikan kemerdekaan dari penjajah yang
menguras kekayaan bangsa Indonesia. Negeri ini banyak disanjung kerena
kekayaan alamnya baik yang nampak dipermukaan maupun yang terkandung
didalam perut buminya. Tidak berlebihan jika ada yang mengatakan
Indonesia adalah serpihan-serpihan surga didunia. Dari Aceh hingga Papua
berdiri megah perusahaan-perusahaan besar pertambangan asing yang
mengeksploitasi kandungan mineral dengan dalih tanah, air dan kekayaan
alam yang terkandung didalamnnya harus di manfaatkan sebesar-besarnya
untuk kepentingan masyarakat. Dibumi cendrawasih Papua Freeport mengeruk
kepingan pulau paling timur di Indonesia yang mengandung 2,5 miliar
biji emas sejak April 1967. Selain itu ada PT Newmont Nusa Tenggara dan
PT Newmont Minahasa Raya, Exxon Mobile sebagai penyetor APBN untuk
kesejahteraan rakyat. Tetapi tidak seindah perkiraan kita. Dalam kontrak
karya generasi ke dua tahun 2003 yang berlaku selama 35 tahun Freeport
yang merupakan anak perusahaan Amerika hanya memberikan royalti sebesar
9% bagi bangsa Indonesia. Freeport ikut berkontribusi menghasilkan 3,2
miliar ton limbah tailing yang merusak hutan, danau, sungai dan kawasan
tropis seluas 11 mil persegi ditanah Papua. PT Newmont Minahasa Raya
membuang tailingnya ketengah laut yang merusak ekosistem laut dan ikan
dengan racun merkuri dan arsen hingga tangkapan nelayan menurun sampai
80% dan nelayan terjangkit penyakit kulit. Sebenarnya dengan melimpahnya
hasil tambang tersebut setidaknya dapat meningkatkan taraf hidup
penduduk disekitarnya tapi hal itu hanya mimpi. Papua yang memiliki
Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar ketiga di Indonesia namun angka
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) urutan ke 29 di Indonesia. Begitu pula
NTB dimana bercokol PT Newmont Nusa Tenggara IPMnya hanya berada dalam
urutan ke 2 dari bawah. Bahkan Timika menjadi kota dengan penderita
HIV/AIDS terbanyak di Indonesia. Kontrak exxon mobil yang pada awalnya
selesai 2010 namun diperpanjang dengan intervensi Amerika untuk menguras
700 juta barel minyak tanah hingga 2030. Exxon ketika pertama kali
menambang gas di lhok dukon, Arun dan Pasee mengantongi trilyunan dollar
tapi masyarakat aceh tetap miskin.
62 tahun kita terbebas dari penjajah yang pernah menodai wanita-wanita
Indonesia. Lebih dari dua ratus perempuan Indonesia dimasa penjajahan
jePang dari tahun 1942-1945 dijadian budak pelampias nafsu seks (jugu
ianfu) tentara penjajah. Angka eksploitasi perempuan untuk pemuasan
nafsu dengan dipekerjakan sebagai pelacur kian hari semakin meningkat
bahkan melibatkan anak dibawah umur sebagai korbannya. Menurut salah
satu media Singapura di Batam terdapat 7000 pelacur yang 40% diantaranya
(2.800 orang) dibawah umur. Komnas Anak sendiri mengakui bahwa di
Jakarta 1,5 juta anak dibawah umur 18 tahun bekerja disektor rumah
tangga, industri dan pelacuran. Menurut Deparemen Sosial di Jakarta
pelacur anak berusia 15-18 tahun sebanyak 60 % (42.796 orang anak) dari
71.281 pelacur yang diketahui. Di tempat lain 23%
TKW Indonesia di Hongkong jadi pelacur yang dipasok dari Garut,
Kuningan, Indramayu, Bali, Pekanbaru, Kupang, Samarinda, Ambon, Jakarta,
Situbondo, Banyuwangi, Medan, Lampung, Pontianak dan Singkawang. Saat
ini akibat kebebasan pers diperkirakan ada 200-an situs porno lokal
buatan Indonesia, baik isi tampilan maupun pengelolanya. Dari sekitar
829 media cetak diseluruh Indonesia 10 % atau 82 diantaranya termasuk
media cetak (koran, tabloid, majalah) dewasa syur yang menampilkan foto
syur perempuan, model lelaki panggilan, konsultasi seks vulgar, iklan
layanan seks via telepon ditambah operator dengan gambar mesum, artikel
liputan tempat maksiat dan wawancara artis yang sangat permisif.
Kekayaan bangsa Indonesia yang melimpah ruah, adalah sebuah bertanda bangsa ini tidak dilahirkan untuk menjadi bangsa yang miskin dan terbelakang. Mentalitas para pengelola negara ini yang mengakibatkan bangsa
ini masih bersahabat dengan penderitaan. Korupsi seakan menjadi bahaya
laten bagi bangsa ini, karena virus korupsi terus menggerogori semua
relung kebangsaan. Bejatnya mentalitas pengelola bangsa ini dapat
dilihat Selama kurun waktu 1997-2004 telah ditemukan sebanyak
8.817 temuan/kasus yang mengindikasikan adanya korupsi di
Depdikbud/Depdiknas dalam bentuk uang yang jumlah nominalnya cukup
besar,
Korupsi ditubuh Pertamina Rp.6 triliun/ tahun, Subsidi konglomerat
hitam dan bank-bank rekap besar sebesar 41 Triliun/ Tahun, Korupsi oleh
birokrasi di Indonesia Rp.163 Triliun /tahun, Kekayaan hutan dan laut
Indonesia yang dikuras bandit Negara Rp.137 triliun /Tahun. 200 pejabat
BUMN dari 158 BUMN yang dimiliki bangsa ini sedang diperiksa dalam dugaan kasus korupsi.
Kejayaan
kerajaan dan kesultanan yang menaungi bangsa ini adalah sebuah warisan
sejarah yang menunjukan bahwa bangsa ini adalah bangsa yang besar,
memiliki martabat dan izzah dihadapan bangsa-bangsa lain. Bangsa
Indonesia dalam usianya yang 62 tahun masih belum dapat berdiri tegak
dengan jati dirinya sendiri. Salah
satu faktor bahwa bangsa ini mudah diintervensi adalah utang luar
negeri yang berhasil dikumpulkan dan akan diwariskan pada anak dan cucu
bangsa ini. Utang orde lama US$ 2 milyar,
pada masa orde baru menggelembung menjadi US$ 150 milyar pada masa
Abdurrahman Wahid dan Megawati akumulasi utang menjadi US$ 262 milyar
lebih.
Saatnya Merdeka
Waktu lebih dari setengah abad adalah potongan masa yang tidak bisa dianggap sebentar. Banyak negeri-negeri lain yang menaungi bumi ini
dapat bangkit dan menunjukkan jati dirinya kurang dari tempo setengah
abad. Usia 62 tahun bukan berarti kita harus lebih bangga karena lebih
awal dapat membebaskan diri dari belenggu penjajahan yang tidak
berperikemanusiaan dibanding bangsa-bangsa lain yang baru bebarapa waktu
yang lalu merdeka. Segenap anak bangsa terlebih para pemimpin harus
menyadari bahwa kemerdekaan bukan sekedar meriahnya sebuah peringatan,
gegap gempita dan riuh nasionalisme sesaat dibulan Agustus, tapi
sejauhmana kemerdekaan itu dapat dihadirkan dan dirasakan oleh segenap
bangsa Indonesia diseluruh sudut-sudut lini kehidupan berbangsa. Oleh
karenanya ada sebuah pertanyaan yang sederhana sudahkah rakyat Indonesia
medeka dari kebodohan, kedzoliman, kemiskinan, intervensi asing dan
korupsi?. Kalau pembaca sepakat kita harus menjawabnya SAATNYA KITA
MERDEKA.
Markas 029 Mataram, 17 Agustus 2007
Iwan Wahyudi *
(Ketua KAMMI Daerah NTB 2006-2008)
KEMERDEKAAN YANG BELUM MEMERDEKAKAN
4/
5
Oleh
Iwan Wahyudi Net