“ Orang boleh pandai setinggi langit, tetapi selama ia tidak menulis,
ia akan hilang didalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja
untuk keabadian “
Bagaimana caranya
kita yang hidup hari ini mengetahui tentang kejadian yang terjadi puluhan ribu
tahun yang silam ? Bagaimana kita mengerti pikiran-pikiran besar
manusia-manusia luar biasa yang pernah hadir dimuka bumi berabad-abad yang lalu
? Bagaimana caranya kita menyelami hasil-hasil penelitian dan temuan
ilmuwan-ilmuwan hebat yang telah menemukan teori dan alat-alat yang sangat
berguna bagi kemanusiaan hingga hari ini, padahal itu terjadi ribuan tahun
silam ?
Hampir kita
semua tentunya sepakat dan menjawab dengan MEMBACA. Aktifitas membaca tentunya
tidak mungkin terjadi dan mustahil terwujud jika tidak ada sesuatu obyek yang
kita baca, kita membaca tentunya memerlukan tulisan. Begitulah dahsyatnya dua
aktifitas bagai dua keping mata uang yang tak dapat dipisahkan ini : Menulis
dan membaca.
Saya juga
yakin jauh berabad-abad silam pasti ada manusia-manusia biasa yang memiliki ide
dan pikiran juga kisah unik yang luar biasa, namun kenapa hal itu tidak sampai
pada generasi kita hari ini ?, karena mereka manusia biasa seperti kebanyakan
orang saat itu, tentu memiliki keterbatasan. Mereka tidak memiliki kemampuan
baca tulis, tidak memiliki alat tulis seperti maraknya saat ini, kelas social
mereka tidak memungkinkan hal itu terjadi karena aktifitas keilmuwan (baca
tulis) masih dibatasi segelintir manusia yang kerdil saja.
Mereka yang
tulisannya bermutu dan mengabadi hingga saat ini, tidak semua ditulis dalam susana
lingkungan yang nyaman dan mendukung. Tak sedikit diantara mereka yang
menggoreskan penanya ditengah berkecamuknya perang, dilembar-lembar kusam
kertas yang terbatas jumlahnya, bahkan didalam sel-sel penjara yang gelap.
Tafsir Fi Zilalil Qur’annya Sayyid Quthb, Tafsir Al-Azharnya Buya Hamka,
Indonesia Mengggugatnya Bung Karno dan lainnya ditulis dalam jeruji besi yang
kita semua sepakat diruang itu penuh dengan keterbatasan dibanding kita yang
hidup bebas saat ini.
Kita mungkin
ditakdirkan juga sebagai orang biasa sebagaimana kebanyakan manusia hari ini,
Namun hampir semua kebutuhan standar kita miliki : Bisa bersekolah hingga
pandai baca tulis hitung, mudah mendapatkan buku bacaan dan alat tulis, tidak
diboikot hak-hak untuk menulis, perangkat handphone/Gadget yang terhubung
social media selalu dalam genggaman dan lebih sering dibuka dibanding dompet
sendiri. Kita juga tentu punya kenangan, pengalaman, pikiran baik yang unik,
aneh bahkan remeh-temeh menurut sudut pandang kita hari ini, seperti para
pejuang kemerdekaan menganggap heroisme perjuangan mereka adalah hal biasa yang
mereka lakukan karena semua orang saat itu melakukan hal serupa, padahal semua
itu adalah sesuatu yang sangat bermakna dan tak biasa bagi mereka yang akan
hidup dimuka bumi esok nanti.
Mari genggam
kembali pena yang telah lama mengering, ambil lembaran-lembaran kusam
kertas-kertas dilaci, tekan fasilitas teks dan sejenisnya di layar handphone/gadget.
Mulailah menulis apa yang kita lihat dan rasakan dengan bahasa kita sendiri
yang apa adanya dan kadang berantakan itu, seperti halnya status Facebook kita
yang lahir dari sebuah pertanyaan yang selalu muncul saat membuka layanan
social media tersebut “ APA YANG ANDA PIKIRKAN ?”. Dan izinkan penamu melintasi
beraneka zaman.
“
Ikatlah Ilmu dengan Menulis “
( Ali bin Abi Thalib ra),
“
Kalau kamu bukan anak raja dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah
penulis “
( Imam Al-Ghazali)
Jafana Garden, 06.36wita 02 September 2016
IWAN Wahyudi
#KOPinspirasiWAN
IZINKAN UJUNG PENAMU MELINTASI ZAMAN
4/
5
Oleh
Iwan Wahyudi Net