WAKTU
HAJI WADA
Haji Wada
dilaksanakan pada Tahun ke 10 Hijriyah atau bertepatan dengan musim semi tahun
632 Masehi. Rasulullah berangkat malaksanakan haji wada pada bulan Dzulqa’idah
dengan diawali menyerukan pada kaum muslimin untuk bersiap-siap melakukan haji
tersebut. Tanggal tepatnya keberangkatan rombongan haji wada ini terdapat
beberapa sumber. Ada yang menyebutkan Rasulullah dan Rombongan berangkat
meninggalkan Madinah 4 hari atau 5 hari sebelum berakhirnya bulan Dzulqa’idah.
Ada juga yang memaparkan seperti Ibnu Ishaq Hadist Riwayat Aisyah Ra,
Rasulullah SAW berangkat pada tanggal 5 Dzulqa’idah.
RUTE
PERJALANAN HAJI WADA
Sebelum
berangkat haji wada Rasulullah SAW menetapkan Abu Dujanah sebagai Amir Madinah
Rute
perjalanan Haji Wada yang dilakukan Rasulullah SAW ( Atlas Dakwah Nabi Muhammad
SAW, Indra Lakmana) : Beliau berangkat dari Madinah dan berjalan sampai di
Arj/Al ‘Araj. Lanjut melalui Bi’ru Shaih, Abwa, Rabagh, Al Juh Kah (Miqat
penduduk Syam) , Amaj, Asfan Sarf lalu sampai ke Mekkah.
Masuk
Masjidil Haram menuju Hajaral Aswad dan melakukan thawaf lalu Sa’I antara bukit
Shafa dan Marwah. Lanjut Singgah di A’la Mekkah dan mendirikan Kubah. Saat Hari
Tarwiyah Rasulullah menuju ke Jabal Rahmah Arafah untuk Wukuf. Kemudian ke
Masy’aril Haram melalui Thariq Mazamin lalu ke Mina, Ka’bah dan kembali ke Mina
dan kembali ke Mekkah. Selanjutnya ke Madinah.
JUMLAH
JAMA’AH HAJI WADA
Munir Muhammad
Al-Gadhban dalam 41 Kunci Memahami Sirah Nabawiyah menyebutkan
yang berkumpul di Padang Arafah berjumlah 124.000-144.000 orang, namun dalam
Manhaj Harakinya menyebutkan Arafah di penuhi 130.000 orang. Jumlah ini adalah
Basis yang dibangun selama 23 tahun dari segala golongan dan mewakili seluruh
Negeri Arab.
JUMLAH QURBAN
RASULULLAH
Rasulullah berqurban
63 ekor Unta yang disembelihnya sendiri dan 100 ekor Unta yang di sembelih oleh
Ali bin Abi Thalib.
KHUTBAH
ARAFAH RASULULLAH SAW
Pada hari Arafah, Rasulullah saw menyampaikan khutbah umum di
tengah-tengah kaum Muslimin yang sedang berkumpul di tempat wuquf. Berikut ini
adalah teks khutbah beliau ( Sirah Nabawiyah, Muhammad Sa’id Ramadhan Al Buthy):
"Wahai manusia, dengarkanlah apa yang hendak kukatakan. Mungkin sehabis tahun ini, aku tidak akan bertemu lagi dengan kalian di tempat ini untuk selama-lamanya…. Hai manusia, sesungguhnya darah dan harta benda kalian adalah suci bagi kalian (yakni tidak boleh dinodai oleh siapapun juga) seperti hari dan bulan suci sekarang ini di negeri kalian ini. Ketahuilah, sesungguhnya segala bentuk perilaku dan tindakan jahiliyah tidak boleh berlaku lagi. Tindakan menuntut balas atas kematian seseorang sebagaimana yang berlaku di masa jahiliyah juga tidak boleh berlaku lagi. Tindak pembalasan jahiliyah seperti itu pertama kali kunyatakan tidak berlaku ialah tindakan pembalasan atas kematian Ibnu Rabi‘ bin al Harits.
Riba jahiliyah tidak berlaku, dan riba yang pertama kunyatakan tidak berlaku adalah riba Abbas bin Abdul Muthalib. Sesungguhnya segala macam riba tidak boleh berlaku lagi ……
Hai manusia, di negeri kalian ini, setan sudah putus harapan sama sekali untuk dapat disembah lagi. Akan tetapi masih menginginkan selain itu. Ia akan merasa puas bila kalian melakukan perbuatan yang rendah. Karena itu hendaklah kalian jaga baik-baik agama kalian!….
Hai manusia sesungguhnya menunda berlakunya bulan suci akan menambah besarnya kekufuran. Dengan itulah orang-orang kafir menjadi tersesat. Pada tahun yang satu mereka langgar dan pada tahun yang lain mereka sucikan untuk disesuaikan dengan hitungan yang telah ditetapkan kesuciannya oleh Allah. Kemudian mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah dan mengharamkan apa yang telah dihalalkan Allah.
Sesungguhnya jaman berputar seperti keadaannya pada waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun adalah dua belas bulan. Empat bulan diantaranya adalah bulan-bulan suci. Tiga bulan berturut-turut : Dzul Qa‘dah, Dzul Hijjah, dan Muharram. Bulan Rajab adalah antara bulan Jumadil Akhir dan bulan Sya‘ban…“
Takutlah pada Allah dalam memperlakukan kaum wanita, karena kalian mengambil mereka sebagai amanat Allah dan kehormatan mereka dihalalkan bagi kalian dengan nama Allah. Sesungguhnya kalian mempunyai hak atas para istri kalian dan mereka pun mempunyai hak atas kalian. Hak kalian atas mereka ialah mereka sama sekali tidak boleh memasukkan orang yang tidak kalian sukai ke dalam rumah kalian. Jika mereka melakukan hal itu maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan. Sedangkan hak mereka atas kalian ialah kalian harus memberi nafkah dan pakaian kepada mereka secara baik.
Maka perhatikanlah perkataanku itu, wahai manusia, sesungguhnya aku telah sampaikan. Aku tinggalkan sesuatu kepada kalian, yang jika kalian pegang teguh, kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya.
Wahai manusia, dengarkanlah taatlah sekalipun kalian diperintah oleh seorang hamba sahaya dari Habasyah yang berhidung gruwung, selama ia menjalankan Kitabullah kepada kalian.
Berlaku baiklah kepada para budak kalian….. berilah mereka makan apa yang kalian makan dan berilah pakaian dari jenis pakaian yang sama dengan kalian pakai. Jika mereka melakukan sesuatu kesalahan yang tidak bisa kalian ma‘afkan maka juallah hambah-hamba Allah itu dan janganlah kalian menyiksa mereka.
Wahai manusia, dengarkanlah perkataanku dan perhatikanlah! Kalian tahu bahwa setiap orang Muslim adalah saudara bagi orang-orang Muslim yang lain, dan semua kaum Muslimin adalah saudara. Seseorang tidak dibenarkan mengambil sesuatu dari saudaranya kecuali yang telah diberikan kepadanya dengan senang hati, karena itu janganlah kalian menganiaya diri sendiri …
Ya Allah sudahkah kusampaikan?
Kalian akan menemui Allah maka janganlah kalian kembali sesudahku menjadi sesat, sebagian kalian memukul tengkuk sebagian yang lain. Hendaklah orang yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir, barangkali sebagian orang yang menerima kabar (tidak langsung) lebih mengerti daripada orang yang mendengarkannya (secara langsung). Kalian akan ditanya tentang aku maka apakah yang hendak kalian katakan?"
Mereka menjawab: "Kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan (risalah), telah menunaikan dan memberi nasehat.“ Kemudian seraya menunjuk ke arah langit dengan jari telunjuknya, Nabi saw bersabda: "Ya Allah, saksikanlah." (tiga kali)
Adapun beberapa point penting
dari khutbah Arafah Rasulullah SAW adalah (Munir Muhammad
Al-Gadhban, Manhaj Haraki Jilid 2) :
1.
Dihormatinya harta, darah dan kehormatan.
Sangat jelas garis demarkasi antara Islam dengan Sistem yang lain. Komunis :
harta, kehormatan dan darah milik bersama. Kapitalis : Membolehkan perampasan
harta, pertumpahan darah dan menghalalkan kehormatan.
2.
Pengharaman Riba. Inilah salah
satu kedzaliman hingga memperbudak kaum fakir dimuka bumi
3.
Keadilan.Riba yang pertama-tama
dihapus adalah riba Abbas bin Abdul Muthalib paman nabi sendiri.
4.
Pemeliharaan Darah. Perubahan
hukum pembunuhan menjadi system Qishas, pelimpahan hak dari keluarga korban
kepada Negara hal ini dimaksudkan agar tidak ada balas dendam antar suku dan
personal.
5.
Penghapusan Berhala. Semua
berhala diruntuhkan namun hanya setan yang masih dan dapat masuk dari berbagai
cara.
6.
Pengharaman mempermainkan Agama
Allah. Manusia tidak boleh membuat aturan diluar syariat Allah SWT
7.
Hak Laki-laki atas perempuan. Wanita
mengikuti laki-laki. Kepemimpinan atas wanita ditangan laki-laki, Hendaknya
wanita semata-mata untuk suaminya. Wanita tidak boleh berbuat kekejian, lelaki
dibolehkan bertindak keras dan memaksa untuk itu sekalipun dengan pukulan yang
tidak sampai membuatnya susah.
8.
Hak Perempuan atas laki-laki.
Suami memberikan belanja dan pakaian dengan cara yang baik dan bersikap baik
atas mereka.
9.
Undang Undang Negara berdasarkan
2 sumber Utama. Sumber utama itu adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya
10.
Ikatan tertinggi bagi sesama umat
Islam. Yaitu ikatan berdasarkan aqidah dan ikatan Islam.
BEBERAPA IBRAH HAJI WADA
Beberapa ibrah yang dapat diambil dari Haji
Wada adalah (Muhammad Sa`id Ramadhan Al Buthy, ,
Sirah Nabawiyah) :
Pertama: Bilangan Haji Rasulullah saw dan Waktu disyari‘atkannya
Haji
Para Ulama berselisih pendapat: Apakah Rasulullah saw pernah melakukan haji di dalam Islam selain pelaksanaan haji ini?
Turmudzi dan Ibnu Majah meriwayatkan bahwa beliau pernah melakukan ibadah haji tiga kali sebelum hijrahnya ke Madinah. Al Hafidz Ibnu Hajar di dalam Fath-hul Bari berkata: Pendapat ini didasarkan kepada jumlah kedatangan utusan Anshar yang pergi ke Aqabah di Mina setelah haji Pertama, mereka datang lalu membuat janji. Kedua, mereka datang lalu melakukan baiat yang pertama. Ketiga mereka datang lalu melakukan baiat kedua.
Diantara para Ulama ada yang meriwayatkan bahwa Nabi saw sebelum Hijrah melakukan haji setiap tahun.
Kendatipun demikian, tidak diragukan lagi bahwa kewajiban haji ini disyariatkan pada tahun ke 10 Hijri. Sebelum tahun ini haji bukan merupakan kewajiban. Setelah tahun ini Nabi saw tidak pernah melakukan haji selain dari haji tersebut. Oleh karena itu diantara para sahabat banyak yang menamakan haji wada‘ ini dengan Hijjatul Islam atau Hijjatu Rasulillah saw. Imam Muslim menjadikan nama yang terakhir (Hijjatu Rasulillah saw) sebagai judul hadits-hadits mengenai haji Rasulullah saw ini.
Diantara dalil yang membuktikan bahwa haji belum diwajibkan sebelum tahun ke-10 Hijri, ialah riwayat ynag disebutkan oleh Bukhari dan Muslim mengenai utusan Abdul Qais yang datang menemui Nabi saw. Di dalam riwayat tersebut diceritakan bahwa mereka berkata kepada Nabi saw: "Perintahkan kepada kami dengan perkara yang tegas yang akan kami lakukan dan kami perintahkan pula kepada orang-orang di belakang kami, yang dengan itu kami dapat masuk surga.“ Nabi saw bersabda: "Aku perintahkan kalian dengan empat hal dan aku larang kalian dari empat hal pula.“ Selanjutnya Nabi saw menyebutkan empar perintah tersebut seraya bersabda: "Aku perintahkan kalian agar beriman kepada Allah, menegakkan shalat , menunaikan zakat, puasa bulan Ramadhan dan memberikan seperlima dari harta pampasan.“
Nampaknya Nabi saw menyebutkan soal keimanan kepada Alah hanyalah sebagai tambahan empat perkara tersebut, karena ia sangat dikenal oleh mereka. Tetapi beliau mengulangi perintah tersebut untuk menegaskan dan menjelaskan bahwa ia (keimanan) merupakan asas bagi empat perkara yang disebutkan sesudahnya.
Kedatangan utusan ini (Banu Abdul Qais) adalah pada tahun ke-9 Hijri. Seandainya haji sudah diwajibkan pada waktu itu niscaya Nabi saw akan menyebutkannya diantara sejumlah hal yang diwajibkan kepada mereka.
Kedua: Makna Agung dari Haji Rasulullah saw
Haji Rasulullah saw ini memiliki makna yang sangat besar yang berkaitan dengan dakwah Islam kehidupan Nabi saw dan sistem Islam.
Kaum Muslimin telah belajar dari Rasulullah saw tentang shalat, puasa, zakat dan segala hal yang berkenaan dengan peribadatan dan kewajiban mereka. Kini Nabi saw tinggal mengajarkan kepada mereka manasik dan cara pelaksanaan ibadah haji, setelah tradisi-tradisi jahiliyah yang biasa dilakukan pada musim-musim haji itu dihapuskan oleh beliau bersamaan dengan penghancuran berhala yang ada di dalam Baitullah.
Ajakan untuk melaksanakan ibadah haji ke Baitullah tetap berlaku hingga Hari Kiamat. Ia adalah ajakan Abul Anbiya, Ibrahim as, berdasarkan perintah dari Allah swt. Tetapi berbagai penyimpangan jahiliyah dan kesesatan kaum penyembah berhala telah menambahkan kedalamnya berbagai tradisi yang bathil dan mencampurkannya dengan berbagai bentuk kekafiran dan kemusyrikan. Kemudian Islam datang untuk membersihkan segala macam karat dan kotoran yang melekat pada ibadah ini, sehingga menjadi bersih kembali dan memancarkan cahaya tauhid serta dilakukan atas dasar ubudiyah secara mutlak kepada Allah.
Oleh sebab itu, Rasulullah saw mengumumkan kepada semua orang bahwa beliau hendak menunaikan ibadah haji. Dan karena itu pula, orang-orang datang dari segala penjuru ingin melaksanakan ibadah haji bersama beliau agar dapat melakukan amalan-amalan ibadah haji secara benar dan tidak terjerumus melakukan sisa-sisa tradisi jahiliyah.
Nampaknya Nabi saw telah diberitahu suatu isyarat bahwa tugasnya di muka bumi sudah hampir selesai.
Amanah (dakwah Islam) telah tersampaikan, bumi jazirah telah penuh dengan tanaman tauhid dan Islam pun telah menyebar serta menyerbu hati manusia di setiap tempat.
Kaum Muslimin yang pada hari itu sudah berjumlah banyak yang menyebar di berbagai penjuru sangat merindukan pertemuan dengan Rasul mereka dan ingin mendapatkan nasehat-nasehat serta petunjuknya. Demikian pula Rasulullah saw beliau sangat merindukan pertemuan dengan mereka, terutama dengan lautan manusia yang baru saja masuk Islam dari berbagai penjuru jazirah Arabia yang belum pernah mendapatkan kesempatan yang cukup untuk bertemu dengan beliau. Kesempatan yang paling besar dan paling indah untuk pertemuan tersebut hanyalah didapatkan dalam kesempatan ibadah haji ke Baitullah dan di padang Arafat. Pertemuan antara Ummat dan Rasulnya di bawah naungan salah satu syiar Islam yang terbesar. Pertemuan yang menurut pengetahuan Allah dan ilham Rasul-Nya sebagai pertemuan tausiyah (nasehat) dan wada‘ (perpisahan).
Rasulullah saw juga ingin bertemu dengan rombongan kaum Muslimin yang datang sebagai hasil jihad selama 23 tahun, guna menyampaikan kepada mereka tentang ajaran Islam dan sistemnya dalam suatu ungkapan yang singkat tapi padat, dan nasehat yang ringkas tetapi sarat dengan ungkapan perasaannya dan getaran-getaran cintanya terhadap ummatnya. Dari wajah-wajah mereka Rasulullah saw ingin melihat potret akan datang, sehingga semua nasehat dan pesan-pesannya bisa sampai kepada mereka dari balik tembol-tembok jaman dan dinding-dinding kurun.
Itulah sebagian makna haji Rasulullah saw: Hijatul Wada‘ (haji perpisahan). Makna ini akan anda saksikan secara jelas di dalam khutbahnya yang disampaikan di lembah Urnah pada hari Arafah.
Ketiga : Renungan Tentang Khutbah Wada‘
Sungguh kalimat-kalimat yang disampaikan di padang Arafah begitu indah. Beliau bukan saja berbicara kepada mereka yang hadir di padang Arah tetapi kepada semua generasi dan sejarah sesudah mereka. Kalimat-kalimat ini disampaikannya setelah beliau menyampaikan amanah, menasehati Ummat dan berjihad di jalan dakwah selama 23 tahun tanpa bosan dan jemu. Demi Allah, betapa indahnya saat itu. Saat di mana ribuan kaum mualaf berhimpun di sekitar Rasulullah saw dengan penuh ketaatan dan ketundukkan, padahal mereka sebelumnya memusuhi dan memeranginya. Ribuan orang mualaf yang memenuhi padang Arafah sejauh mata memandang dari berbagai arah itu menjadi bukti kebenaran firman Allah:
"Sesungguhnya Kami menolong Rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari Kiamat).“ QS Al-Mukminin : 51
Dan wajah-wajah ummat manusia, dengarkanlah perkataanku. Mungkin sehabis tahun ini, aku tidak akan bertemu lagi dengan kalian di tempat ini untuk selama-lamanya….“
Dunia terdiam mendengarkan khutbah beliau. Semuanya hening mendengarkan kalimat perpisahan yang keluar dari lisan Rasulullah saw, setelah dunia seisinya berbahagia dengan kehadirannya selama 23 tahun. Kini setelah bertugas melaksanakan perintah Allah dan menanamkan pohon-pohon keimanan di bumi, beliau mengisyaratkan sebuah perpisahan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini beliau ingin menyampaikan secara singkat prinsip-prinsip Islam yang dibawanya dan diperjuangkannya selama ini, dalam ungkapan yang singkat tapi sangat makna.
Para Ulama berselisih pendapat: Apakah Rasulullah saw pernah melakukan haji di dalam Islam selain pelaksanaan haji ini?
Turmudzi dan Ibnu Majah meriwayatkan bahwa beliau pernah melakukan ibadah haji tiga kali sebelum hijrahnya ke Madinah. Al Hafidz Ibnu Hajar di dalam Fath-hul Bari berkata: Pendapat ini didasarkan kepada jumlah kedatangan utusan Anshar yang pergi ke Aqabah di Mina setelah haji Pertama, mereka datang lalu membuat janji. Kedua, mereka datang lalu melakukan baiat yang pertama. Ketiga mereka datang lalu melakukan baiat kedua.
Diantara para Ulama ada yang meriwayatkan bahwa Nabi saw sebelum Hijrah melakukan haji setiap tahun.
Kendatipun demikian, tidak diragukan lagi bahwa kewajiban haji ini disyariatkan pada tahun ke 10 Hijri. Sebelum tahun ini haji bukan merupakan kewajiban. Setelah tahun ini Nabi saw tidak pernah melakukan haji selain dari haji tersebut. Oleh karena itu diantara para sahabat banyak yang menamakan haji wada‘ ini dengan Hijjatul Islam atau Hijjatu Rasulillah saw. Imam Muslim menjadikan nama yang terakhir (Hijjatu Rasulillah saw) sebagai judul hadits-hadits mengenai haji Rasulullah saw ini.
Diantara dalil yang membuktikan bahwa haji belum diwajibkan sebelum tahun ke-10 Hijri, ialah riwayat ynag disebutkan oleh Bukhari dan Muslim mengenai utusan Abdul Qais yang datang menemui Nabi saw. Di dalam riwayat tersebut diceritakan bahwa mereka berkata kepada Nabi saw: "Perintahkan kepada kami dengan perkara yang tegas yang akan kami lakukan dan kami perintahkan pula kepada orang-orang di belakang kami, yang dengan itu kami dapat masuk surga.“ Nabi saw bersabda: "Aku perintahkan kalian dengan empat hal dan aku larang kalian dari empat hal pula.“ Selanjutnya Nabi saw menyebutkan empar perintah tersebut seraya bersabda: "Aku perintahkan kalian agar beriman kepada Allah, menegakkan shalat , menunaikan zakat, puasa bulan Ramadhan dan memberikan seperlima dari harta pampasan.“
Nampaknya Nabi saw menyebutkan soal keimanan kepada Alah hanyalah sebagai tambahan empat perkara tersebut, karena ia sangat dikenal oleh mereka. Tetapi beliau mengulangi perintah tersebut untuk menegaskan dan menjelaskan bahwa ia (keimanan) merupakan asas bagi empat perkara yang disebutkan sesudahnya.
Kedatangan utusan ini (Banu Abdul Qais) adalah pada tahun ke-9 Hijri. Seandainya haji sudah diwajibkan pada waktu itu niscaya Nabi saw akan menyebutkannya diantara sejumlah hal yang diwajibkan kepada mereka.
Kedua: Makna Agung dari Haji Rasulullah saw
Haji Rasulullah saw ini memiliki makna yang sangat besar yang berkaitan dengan dakwah Islam kehidupan Nabi saw dan sistem Islam.
Kaum Muslimin telah belajar dari Rasulullah saw tentang shalat, puasa, zakat dan segala hal yang berkenaan dengan peribadatan dan kewajiban mereka. Kini Nabi saw tinggal mengajarkan kepada mereka manasik dan cara pelaksanaan ibadah haji, setelah tradisi-tradisi jahiliyah yang biasa dilakukan pada musim-musim haji itu dihapuskan oleh beliau bersamaan dengan penghancuran berhala yang ada di dalam Baitullah.
Ajakan untuk melaksanakan ibadah haji ke Baitullah tetap berlaku hingga Hari Kiamat. Ia adalah ajakan Abul Anbiya, Ibrahim as, berdasarkan perintah dari Allah swt. Tetapi berbagai penyimpangan jahiliyah dan kesesatan kaum penyembah berhala telah menambahkan kedalamnya berbagai tradisi yang bathil dan mencampurkannya dengan berbagai bentuk kekafiran dan kemusyrikan. Kemudian Islam datang untuk membersihkan segala macam karat dan kotoran yang melekat pada ibadah ini, sehingga menjadi bersih kembali dan memancarkan cahaya tauhid serta dilakukan atas dasar ubudiyah secara mutlak kepada Allah.
Oleh sebab itu, Rasulullah saw mengumumkan kepada semua orang bahwa beliau hendak menunaikan ibadah haji. Dan karena itu pula, orang-orang datang dari segala penjuru ingin melaksanakan ibadah haji bersama beliau agar dapat melakukan amalan-amalan ibadah haji secara benar dan tidak terjerumus melakukan sisa-sisa tradisi jahiliyah.
Nampaknya Nabi saw telah diberitahu suatu isyarat bahwa tugasnya di muka bumi sudah hampir selesai.
Amanah (dakwah Islam) telah tersampaikan, bumi jazirah telah penuh dengan tanaman tauhid dan Islam pun telah menyebar serta menyerbu hati manusia di setiap tempat.
Kaum Muslimin yang pada hari itu sudah berjumlah banyak yang menyebar di berbagai penjuru sangat merindukan pertemuan dengan Rasul mereka dan ingin mendapatkan nasehat-nasehat serta petunjuknya. Demikian pula Rasulullah saw beliau sangat merindukan pertemuan dengan mereka, terutama dengan lautan manusia yang baru saja masuk Islam dari berbagai penjuru jazirah Arabia yang belum pernah mendapatkan kesempatan yang cukup untuk bertemu dengan beliau. Kesempatan yang paling besar dan paling indah untuk pertemuan tersebut hanyalah didapatkan dalam kesempatan ibadah haji ke Baitullah dan di padang Arafat. Pertemuan antara Ummat dan Rasulnya di bawah naungan salah satu syiar Islam yang terbesar. Pertemuan yang menurut pengetahuan Allah dan ilham Rasul-Nya sebagai pertemuan tausiyah (nasehat) dan wada‘ (perpisahan).
Rasulullah saw juga ingin bertemu dengan rombongan kaum Muslimin yang datang sebagai hasil jihad selama 23 tahun, guna menyampaikan kepada mereka tentang ajaran Islam dan sistemnya dalam suatu ungkapan yang singkat tapi padat, dan nasehat yang ringkas tetapi sarat dengan ungkapan perasaannya dan getaran-getaran cintanya terhadap ummatnya. Dari wajah-wajah mereka Rasulullah saw ingin melihat potret akan datang, sehingga semua nasehat dan pesan-pesannya bisa sampai kepada mereka dari balik tembol-tembok jaman dan dinding-dinding kurun.
Itulah sebagian makna haji Rasulullah saw: Hijatul Wada‘ (haji perpisahan). Makna ini akan anda saksikan secara jelas di dalam khutbahnya yang disampaikan di lembah Urnah pada hari Arafah.
Ketiga : Renungan Tentang Khutbah Wada‘
Sungguh kalimat-kalimat yang disampaikan di padang Arafah begitu indah. Beliau bukan saja berbicara kepada mereka yang hadir di padang Arah tetapi kepada semua generasi dan sejarah sesudah mereka. Kalimat-kalimat ini disampaikannya setelah beliau menyampaikan amanah, menasehati Ummat dan berjihad di jalan dakwah selama 23 tahun tanpa bosan dan jemu. Demi Allah, betapa indahnya saat itu. Saat di mana ribuan kaum mualaf berhimpun di sekitar Rasulullah saw dengan penuh ketaatan dan ketundukkan, padahal mereka sebelumnya memusuhi dan memeranginya. Ribuan orang mualaf yang memenuhi padang Arafah sejauh mata memandang dari berbagai arah itu menjadi bukti kebenaran firman Allah:
"Sesungguhnya Kami menolong Rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari Kiamat).“ QS Al-Mukminin : 51
Dan wajah-wajah ummat manusia, dengarkanlah perkataanku. Mungkin sehabis tahun ini, aku tidak akan bertemu lagi dengan kalian di tempat ini untuk selama-lamanya….“
Dunia terdiam mendengarkan khutbah beliau. Semuanya hening mendengarkan kalimat perpisahan yang keluar dari lisan Rasulullah saw, setelah dunia seisinya berbahagia dengan kehadirannya selama 23 tahun. Kini setelah bertugas melaksanakan perintah Allah dan menanamkan pohon-pohon keimanan di bumi, beliau mengisyaratkan sebuah perpisahan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini beliau ingin menyampaikan secara singkat prinsip-prinsip Islam yang dibawanya dan diperjuangkannya selama ini, dalam ungkapan yang singkat tapi sangat makna.
DAFTAR
PUSTAKA
Ali
Muhammad Ash-Shallabi, 2012, Sejarah
Lengkap Rasulullah Jilid 2, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta
Dar
Al-‘Ilm, 2011, Atlas Sejarah Islam Kaysa Media, Jakarta.
Indra
Laksmana, 2010. Atlas Dakwah Nabi
Muhammad SAW, Sygma Publishing, Bandung
Muhammad
Sa`id Ramadhan Al Buthy, , Sirah
Nabawiyah, Robbani Press, Jakarta
Munir
Muhammad Al-Gadhban, 2007, 41 Kunci
Memahami Sirah Nabawiyah, Pustaka Ikadi, Jakarta.
---,1992, Manhaj Haraki Jilid 2, Robbani Press,
Jakarta
Shamid
Abdurrahman, 2012, Atlas Sejarah Nabi
Muhammad dan Khulafaur Rasyidin, Kaysa Media, Jakarta
Haji Wada
4/
5
Oleh
Iwan Wahyudi Net