Akhir
Januari 2017 ini kita semua kembali dikagetkan dengan tewasnya 3 peserta Diksar
Mahasiswa Pecinta Alam (MAPALA) UII Yogyakarta, ternyata kekerasan ala senior
pada junior itu masih ada tumbuh dalam dunia kampus yang hening. Sebelumnya,
diawal bulan yang sama Indonesia juga dikagetkan dengan tewasnya seorang taruna
tingkat pertama sekolah kedinasan STIP ( Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran )
Jakarta Utara oleh 6 orang seniornya, atas nama kedisiplinan dan regenerasi
anggota marchingband ala premanisme senior itu ternyata masih ada juga dikampus
penabur kepemimpinan dan masa depan bangsa.
Apapun yang kita lakukan dan seberat
apapun bentuknya pasti akan menuai balasan terhadap diri kita, baik cepat
maupun lambat, lewat orang yang kita kenal atau jalan yang tak terduga-duga.
Kekerasan-kekerasan yang terjadi di
dunia pendidikan adalah buah dari yang telah ditanam bukan hari ini saja, tapi
jauh sejak waktu yang lampau. Diksar atau apapun namanya disiplin ala
premanisme tidak muncul secara tiba-tiba, mereka mendapat Inspirasi dari mana?,
mencontoh siapa ? dan motifnya apa?
Tentunya mereka mencontoh peristiwa
sebelum-sebelumnya, ya jelas itu tak jauh dari lingkungan pendidikan mereka,
kampus. Dan mereka bukan sekedar melihatnya saja bahkan juga mengalami
kekerasan itu sendiri.
Kekerasan yang dialami tak berhenti
sampai disitu, tentu akan melahirkan benih-benih kebencian, amarah dan dendam
untuk membalasnya. Secara logika dan psikologis tak mungkin dan sedikit peluang
junior melampiaskannya pada senior yang telah melakukannya. Maka yang paling
mudah dan realistis untuk mewujudkan dendam itu adalah pada junior-junior
berikutnya.
Berawal dari kekerasan dengan
dalil-dalil pendidikan, melatih emosi, menguatkan fisik dan disiplin. Kemudian
tertanam menjadi dendam ditambah kebencian yang harus dicari pelampiasannya. Ia
kemudian beranak-pinak tumbuh pada banyak generasi dan berbuah kekerasan yang
sama atau bisa jadi lebih lagi.
Jika kekerasan dan premanisme itu
hadir di pasar, terminal, jalanan mungkin semua memaklumi itu sebagai akibat
masalah ekonomi dan tidak tanggapnya pemerintah mencegah dan menangani penyakit
masyarakat. Namun, ketika itu terjadi di dunia pendidikan, tempat mendidik anak
bangsa, institusi penggembleng kader pemimpin masyarakat yang sangat jauh dari
pengawasan pihak berwajib karena bukan termasuk zona merah kriminalitas. Apakah
ini bukan namanya kita sedang menumbuh suburkan kekerasan yang kedepan akan
menjadi bom waktu dendam antar generasi dalam bangsa ini? Walau hal ini tidak massif
dan besar terjadi disemua kampus, namun ini harus menjadi warning sejak dini
bagi kita semua untuk memotong mata rantai kekerasan dan dendam.
#Refleksiwan
08.03wita,
Sabtu 28 Januari 2017
IWAN
Wahyudi
www.iwan-wahyudi.net
Menanam Kekerasan, Menuai Dendam
4/
5
Oleh
Iwan Wahyudi Net